Karya : Taufiq El Hakim

Namanya Beik, Dia adalah seorang penulis yang suka berpindah – pindah tempat tinggal. Pindah dari satu hotel ke hotel lain di kairo. Dia adalah tipe orang yang tidak suka dengan keramaian. Suatu hari ketika ia sedang berjalan menuju ke salon cukur. Dia menemukan kerumunan orang yang berkumpul di tengah jalan yang sedang melihat petani menjual keledai kecil miliknya. Dalam kerumunan Beik pun tidak sengaja berucap “ 30 piester “. Yang akhirnya petani itu menjual keledainya kepadanya karena bujukan dari seorang tukang koran dan juga karena tak ada lagi dari kerumunan itu yang mau menawarnya.
secara diam – diam Keledai itupun dibawanya ke hotel dimana tempat Beik menginap. Karena kebijakan hotel yang tidak mengijinkan hewan masuk kedalam hotel.Lalu Beik menaruh keledai itu di kamar mandi serta memesankan untuknya secangkir susu. Yang ternyata hanya dilihat saja dan tak mau meminumnya.Beik keluar hotel untuk bertemu dengan tukang koran dan menanyakan mengapa anak keledai itu tak mau minum segelas susu yang di berinya. Tukang koran hanya tertawa dan berkata pada Beik “ apakah keledai itu seorang turis ya tuanku ? dia hanyalah anak keledai yang baru lahir dua hari yang lalu.“
Kembalinya Beik ke hotel Ia dipusingkan lagi karena keledai itu hilang dan tak lagi berada di dalam kamar mandi. Iapun berkeliling untuk mencarinya dan menemukan keledai tersebut didalam kamar seorang wanita seraya berkaca di depan cermin dalam waktu yang lama.
Sore itu Beik mempunyai janji untuk bertemu dengan sutradara yang sudah mengincarnya selama satu minggu untuk dijadikan penulis dialog filmnya. Dan juga mengajaknya untuk tinggal bersama dengan seorang kamerawan beserta istrinya di Desa yang akan di jadikan lokasi film. Beik agak sedikit keberatan untuk tinggal di lokasi karena beberapa minggu ini dia telah pusing dengan berbagai masalah, mulai dari wakil dari dari perusahan film yang mengejar – ngejarnya setiap hari hinga ia harus menerima tawaran tersebut  karena iming – iming kontrak yang besar serta tertipu oleh pedagang buku dan sekarang bertambah lagi dengan hadirnya anak keledai yang barusan dibelinya .
Sore itu sang sutradara sudah siap di depan hotel untuk menjemput sang penulis dialognya, Beik. Ketika akan berangkat Beik meminta ijin kepada sutradara untuk membawa temen dekatnya dan Sutradarapun setuju. Yang kemudian terkejut sembari tertawa karena yang di bawa oleh Beik adalah seekor keledai dan bukanlah seorang teman dekat seperti yang dibayangkan oleh Sutradara.
Setibanya di desa yang akan di jadikan lokasi film, Beik mencari kepala desa untuk menitipkan keladainya agar di carikan induk keledai yang mau menyusuinya. Ketika sedang berkumpul diloteng tengah untuk makan malam. Istri dari kamerawan bertanya seputar nama keladai itu kepada Beik. Dan iapun hanya menjawab namanya filsuf, karena tingkah lakunya yang bagaikan filsuf, Puasa minum susu dan bercermin dengan waktu yang lama.
Hari – hari berlalu dengan kesibukan penggarapan skenario film.  Disela – sela itu, Beik teringat dengan filsuf dan kemudian meminta kepada salah seoarang petani untuk membawakan kepadanya. Datanglah seorang petani dan berkata “ berhari – hari mereka mencari induk keledai yang baru melahirkan atau baru mengandung tapi tetap saja tidak mau minum, mungkin dia sebentar lagi akan mati “. Beik mendengaritu dan hanya terdiam seperti tidak peduli karena dari awal berfikir bahwa keledai ini adalah masalah.
Sekembalinya Beik ke kairo, dia mendapatkan undangan dari Sutradara untuk makan malam di Pinggiran Piramida serta pesta untuk merayakan awal pembuatan film. Beik hanya terdiam dan kurang bersosialisai dengan tamu – tamu dan akhirnya memisahkan diri ke luar dan duduk di bangku oanjang menyendiri. Dan kemudiandisana Beik di datangi oleh wanita  yang menyadarkannya akan hidup dan pula mengingatkannya dengan Filsuf.

Beberapa hari setelah acara itu, sutradara mendatangi Beik mengabarkan berita buruk. Bahwa Filsuf telah mati. Seketika itu Beik sadar dengan keadaannya yang selalu saja seperti anak keledai yang bernama Filsuf. Ia terlahir sejak dua hari, dan pergi dari cangkir susu menuju cermin lemari untuk memerhatikan dirinya. Begitu pula beik sejak kecil lari dari kemegahan kehidupan yang menghanyutkan para pemuda – pemudi, menuju sebuah cermin agara dapat memperhatikan diri didalamnya. Perhatian orang yang sedang bingung akan diri.